Urgensi Pendidikan Kewarganegaraaan,
bagi Pembangunan Budaya Demokrasi di Indonesia
Seiring dengan
perkembangan demokrasi di indonesia, tuntutan demokratisasi dan reformasi paska
runtuhnya rezim orde baru, pendidikan kewiraan sebagai bentuk pendidikan kewarganegaraan
ditingkat perguruan tinggi pada masa orde baru. Upaya mengganti pendidikan
kewiraan menjadi pendidikan kewarganegaraan pada perguruan tinggi
menemukan momentumnya, baik secara substantif dalam kerangka pembangunan
demokrasi yang merupakan amanat gerakan reformasi maupun secara legal yaitu
ditetapkannya uu sistem pendidikan nasional nomer 20 tahun 2003 pasal 37 yang
mewajibkan kurikulum setiap satuan dan jenjang pendidikan termasuk pada jenjang
pendidikan tinggi memuat ;
a. Pendidikan agama,
b. Pendidikan
kewarganegaraan , dan
c. Bahasa.
Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (penjelasan pasal ayat 1 uu
no.20/2003) dalam kontek pendidikan nasional pendidikan kewarganegaraan
dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk menwujudkan tujuan pendidikan
nasional yaitu perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Tujuan dari
pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan warga
negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung keberlangsungan bangsa
dan negara. Upaya kewarganegaraan individu atau orang-orang yang hidup dalam
suatu negara merupakan tugas pokok negara. Konsep warga negara yang cerdas dan
baik tentunya tergantung dari pandangan hidup dan sistem politik negara yang
bersangkutan. Pendidikam kewarganegaraan, khususnya sepanjang pemerintahan orde
baru, telah direkayasa sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan melalui cara
indoktrinasi, manipulasi atas demokrasi dan pancasila, dan tindakan paradoks
penguasa orde baru. Sikap paradoks orde baru terlihat dari tidak jalannya
antara program pendidikan kewiraan dan pancasila dengan perilaku elit orde baru
dalam mengelola negara yang penuh dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme
(kkn). Besarnya jumlah masyarakat indonesia yang awam tentang demokrasi , maka
membutuhkan sebuah model pendidikan kewarganegaraan yang memperdayakan dan
membebaskan rakyat dari keawaman demokrasi tersebut.
Maka diharapkan
dengan berubahnya pendidikan kewiraan menjadi pendidikan kewarganegaraan dan
sesuai amanat pada sistem pendidikan nasional nomer 20 tahun 2003 pasal 37 kita
bisa leluasa belajar pendidikan kewarganegaraan baik di strata sd/mi, smp/mts,
aliyah/sma, dan perguruan tinggi sehingga terwujudnya kecakapan partisifasi dan
bertanggungjawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadikan masyarakat
sebagai warga negara indonesia yang cerdas, aktif, kritis, dan demokratis namun
tetap memiliki komitmen menjaga persatuaan dan integratis bangsa serta
mengembangkan kultur demokrasi yang berkeadaban.
Penggunaan
pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari realitas empiris bangsa indonesia
saat ini yang masih awam tentang demokrasi. pendidikan kewarganegaraan
menurut pandangan zamroni dapat diartikan sebagai pendidikan demokrasi yang
bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak
domokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang
kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling
menjamin hak-hak masyarakat.
Menurut
somantri, pendidikan kewarganegaraan ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a. Civic
educationadalahkegiatan yang meliputiseluruh program sekolah.
b. Civic
educationmeliputiberbagaimacamkegiatanmengajar yang
dapatmenumbuhkanhidupdanperilaku yang lebihbaikdalammasyarakatdemokratis.
c. Dalamcivic
educationtermasuk pula hal-hal yang menyangkutpengalaman,
kepentinganmasyarakat ,pribadidansyarat-syaratobjektifuntukhidupbernegara.
Dengan kata lain,
pendidikankewarganegaraan (civic education) adalahsuatu program pendidikan yang
berusaha menggabungkan unsur-unsur substantive dari komponen civic education
diatasmelalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, dan humanis dalam
lingkungan yang demokratis. Unsur-unsursubstantif civic education
tersebut terangkum dalam tiga komponen inti yang saling terkait dalam pendidikan
kewarganegaraanyaitu: demokrasi, ham, dan masyarakat madani.
Sejarah perjuangan
bangsa Indonesia telah menempuh perjalanan panjang, dimulai dari masa sebelum dan
selama penjajahan, dilanjutkan dengan era
merebut dan mempertahankan kemerdekaan hingga mengisi kemerdekaan. Masing masing
tahap tersebut melahirkan tantangan jaman yang berbedas esuai dengan kondisi dan
tuntutan jamannya.Tantangan jaman itu ditanggapi bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan
nilai-nilai perjuangan bangsa, yang dilandasi dengan jiwa dan tekad kebangsaan.Kesemuanya
itu tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan yang mampu mendorong proses terwujudnya Negara Kesatuan
Republik Indonesia (NKRI) dalam wadah Nusantara.
Di
era revolusifisik, semangat perjuangan bangsa yang tidak kenal menyerah, yang
hakekatnya merupakan kekuatan mental spiritual bangsa telah melahirkan perilaku
heroic dan patriotik, serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan dan kemauan yang luar biasa.Idealnya, dalam situasi dan kondisi apapun semangat juang
itu hendaknya tetap dimiliki oleh setiap warga negara NKRI. Di samping sudah terbukti
keandalannya, nilai-nilai tersebut terbukti masih relevan untuk memecahkan berbagai
permasalahan dalam kehidupan bermasyarakat, berbangsa dan bernegara.Namun demikian
sebagai fenomenasosial, nilai-nilai itu pun mengalami pasang surut sesuai dengan
dinamika kehidupan nasional.
Menurut ahmad syafi’i
ma’arif, demokrasi bukanlah sebuah wacana, pola pikir atau perilaku politik
yang dapat dibangun sekali jadi, bukan pula barang instant, menurutnya,
demokrasi adalah proses dimana masyarakat dan negara berperan didalamnya untuk
membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat menciptakan kesejahteraan,
menegakkan keadilan baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Dari sudut
pandang ini, demokrasi dapat tercipta bila masyarakat dan pemerintah
bersama-sama membangun kesadara akan pentingnya demokrasi dalam kehidupan
bernegara dan berbangsa.
Proses demokratisasi di
indonesia masih membutuhkan topangan budaya demokrasi yang genuine.
Tanpa dukungan budaya demokrasi, proses transisi demokrasi masih rentan
terhadap berbagai ancamanbudaya dan prilakutidak demokratis warisan masa lalu,
seperti prilaku anarkis dalam menyuarakan pendapat, politik uang (money
politicis). Pengarahan massa untuk tujuan politik, dan penggunaan symbol-simbol
primordial (suku dan agama) dalam berpolitik.
Menuju tataan demokrasi
keadaban yang lebih genuine dan otentik bukanlah hal yang mudah dan
instant sebaliknya membutuhkan proses pengenalan, pembelajaran dan pengamalan (learning
by doing) serta pendalaman (deepening) demokrasi. Proses panjang ini
tidak lain dilakukan dalam rangka pengembangan budaya demokratis (democratic
cultur).
Tujuan dari
pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan warga
negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung keberlangsungan bangsa
dan negara.
Penggunaan
pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari realitas empiris bangsa indonesia
saat ini yang masih awam tentang demokrasi. Pendidikan kewarganegaraan. Pendidikan
kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang
memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air Pendidikan kewarganegaraan
dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk mewujudkan tujuan pendidikan
nasional yaitu perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang
beriman, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis dan bertanggung jawab.
Pendidikan kewarganegaraan mengembangkan paradigma demokratis yakni
orientasi yang menekankan pada upaya penberdayaan mahasiswa sebagai warga
negara indonesia secara demokratis. Paradigma demokratis dalam pendidikan
menempatkan peserta didik sebagai subyek aktif, pendidik sebagai mitra peserta
didik dalam proses pembelajaran.sedangkan tujuan dari paradigma demokrasi ini
adalah sebagai upaya pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik tidak hanya
mengetahuai sesuatu (learning to know) melainkan dapat belajar untuk
menjadi manusia yang bertanggung jawab sebagai individu dan makhluk sosial (learning
to be) serta belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do) yang
didasari oleh pengetahuan yang memilikinya. Melalui pola penbelajaran tersebut
diharapkan mahasiswa dapat dan siap untuk belajar hidup bersama (learning
to live together) dalam kemajemukan bangsa indonesia dan warga dunia
karena manusia sebagai makhluk sosial.
Sumber:
·
Internet
·
Azra, azyumardi, demokrasi, HAM, dan
masyarakat madani (jakarta: Prenada media, 2000)
·
Rozak,abdul, demokrasi, HAM, dan masyarakat
madani (jakarta: ICCE) UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan The Asia
Foundation, Edisi Revisi II. 2006
·
Ubaidillah,
A, dkk. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: IAIN Jakarta Press. 2000
·
http://mardoto.com/2009/03/20/seri-015-mahasiswa-urgensi-pendidikan-kewarganegaraan-menurut-saya/
Tidak ada komentar:
Posting Komentar