Sabtu, 03 Maret 2012

Urgensi Pendidikan Kewarganegaraaan, bagi Pembangunan Budaya Demokrasi di Indonesia


Urgensi Pendidikan Kewarganegaraaan,
bagi Pembangunan Budaya Demokrasi di Indonesia
Seiring dengan perkembangan demokrasi di indonesia, tuntutan demokratisasi dan reformasi paska runtuhnya rezim orde baru, pendidikan kewiraan sebagai bentuk pendidikan kewarganegaraan ditingkat perguruan tinggi pada masa orde baru. Upaya mengganti pendidikan kewiraan menjadi pendidikan kewarganegaraan pada perguruan  tinggi menemukan momentumnya, baik secara substantif dalam kerangka pembangunan demokrasi yang merupakan amanat gerakan reformasi maupun secara legal yaitu ditetapkannya uu sistem pendidikan nasional nomer 20 tahun 2003 pasal 37 yang mewajibkan kurikulum setiap satuan dan jenjang pendidikan termasuk pada jenjang pendidikan tinggi memuat ;
 a. Pendidikan agama,
b. Pendidikan kewarganegaraan , dan 
 c. Bahasa.
Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air (penjelasan pasal ayat 1 uu no.20/2003) dalam kontek pendidikan nasional pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk menwujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan warga negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung  keberlangsungan bangsa dan negara. Upaya kewarganegaraan individu atau orang-orang yang hidup dalam suatu negara merupakan tugas pokok negara. Konsep warga negara yang cerdas dan baik tentunya tergantung dari pandangan hidup dan sistem politik negara yang bersangkutan. Pendidikam kewarganegaraan, khususnya sepanjang pemerintahan orde baru, telah direkayasa sebagai alat untuk melanggengkan kekuasaan melalui cara indoktrinasi, manipulasi atas demokrasi dan pancasila, dan tindakan paradoks penguasa orde baru. Sikap paradoks orde baru terlihat dari tidak jalannya antara program pendidikan kewiraan dan pancasila dengan perilaku elit orde baru dalam mengelola negara yang penuh dengan praktek korupsi, kolusi, dan nepotisme (kkn). Besarnya jumlah masyarakat indonesia yang awam tentang demokrasi , maka membutuhkan sebuah model pendidikan kewarganegaraan yang memperdayakan dan membebaskan rakyat dari keawaman demokrasi tersebut.
Maka diharapkan dengan berubahnya pendidikan kewiraan menjadi pendidikan kewarganegaraan dan sesuai amanat pada sistem pendidikan nasional nomer 20 tahun 2003 pasal 37 kita bisa leluasa belajar pendidikan kewarganegaraan baik di strata sd/mi, smp/mts, aliyah/sma, dan perguruan tinggi sehingga terwujudnya kecakapan partisifasi dan bertanggungjawab dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, menjadikan masyarakat sebagai warga negara indonesia yang cerdas, aktif, kritis, dan demokratis namun tetap memiliki komitmen menjaga persatuaan dan integratis bangsa serta mengembangkan kultur demokrasi yang berkeadaban. 
Penggunaan pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari realitas empiris bangsa indonesia saat ini yang masih awam tentang demokrasi. pendidikan kewarganegaraan  menurut pandangan zamroni dapat diartikan sebagai pendidikan demokrasi yang bertujuan untuk mempersiapkan warga masyarakat berfikir kritis dan bertindak domokratis, melalui aktivitas menanamkan kesadaran kepada generasi baru tentang kesadaran bahwa demokrasi adalah bentuk kehidupan masyarakat yang paling menjamin hak-hak masyarakat.
Menurut somantri, pendidikan kewarganegaraan ditandai oleh ciri-ciri sebagai berikut:
a.   Civic educationadalahkegiatan yang meliputiseluruh program sekolah.
b.   Civic educationmeliputiberbagaimacamkegiatanmengajar yang dapatmenumbuhkanhidupdanperilaku yang lebihbaikdalammasyarakatdemokratis.
c.   Dalamcivic educationtermasuk pula hal-hal yang menyangkutpengalaman, kepentinganmasyarakat ,pribadidansyarat-syaratobjektifuntukhidupbernegara.
Dengan kata lain, pendidikankewarganegaraan (civic education) adalahsuatu program pendidikan yang berusaha menggabungkan unsur-unsur substantive dari komponen civic education diatasmelalui model pembelajaran yang demokratis, interaktif, dan humanis dalam lingkungan yang demokratis. Unsur-unsursubstantif  civic education tersebut terangkum dalam tiga komponen inti yang saling terkait dalam pendidikan kewarganegaraanyaitu: demokrasi, ham, dan masyarakat madani.
Sejarah perjuangan bangsa Indonesia telah  menempuh  perjalanan panjang, dimulai dari masa sebelum dan selama pen­jajahan, dilanjutkan dengan  era merebut dan mempertahankan kemerdekaan hingga mengisi kemerdekaan. Masing masing tahap tersebut melahirkan tantangan jaman yang berbedas esuai dengan kondisi dan tuntutan jamannya.Tantangan jaman itu ditanggapi bangsa Indonesia berdasarkan kesamaan nilai-nilai perjuangan bangsa, yang dilandasi dengan jiwa dan tekad kebangsaan.Kesemuanya itu tumbuh dan berkembang menjadi kekuatan yang  mampu mendorong  proses terwujudnya  Negara  Kesatuan Republik  Indonesia (NKRI) dalam wadah  Nusantara.
Di era revolusifisik, semangat perjuangan bangsa yang tidak kenal menyerah, yang hakekatnya merupakan kekuatan mental spiritual bangsa telah melahirkan perilaku heroic dan patriotik, serta menumbuhkan kekuatan, kesanggupan dan  kemauan yang luar biasa.Idealnya,  dalam situasi dan kondisi apapun semangat juang itu hendaknya tetap dimiliki oleh setiap warga negara NKRI. Di samping sudah terbukti keandalannya, nilai-nilai tersebut terbukti masih relevan untuk memecahkan berbagai permasalahan dalam kehidupan ber­masyarakat, berbangsa dan bernegara.Namun demikian sebagai fenomenasosial, nilai-nilai itu pun mengalami pasang surut sesuai dengan dinamika kehidupan nasional.
Menurut ahmad syafi’i ma’arif, demokrasi bukanlah sebuah wacana, pola pikir atau perilaku politik yang dapat dibangun sekali jadi, bukan pula barang instant, menurutnya, demokrasi adalah proses dimana masyarakat dan negara berperan didalamnya untuk membangun kultur dan sistem kehidupan yang dapat menciptakan kesejahteraan, menegakkan keadilan baik secara sosial, ekonomi maupun politik. Dari sudut pandang ini, demokrasi dapat tercipta bila masyarakat dan pemerintah bersama-sama membangun kesadara akan pentingnya demokrasi dalam kehidupan bernegara dan berbangsa.
Proses demokratisasi di indonesia masih membutuhkan topangan budaya demokrasi yang genuine. Tanpa dukungan budaya demokrasi, proses transisi demokrasi masih rentan terhadap berbagai ancamanbudaya dan prilakutidak demokratis warisan masa lalu, seperti prilaku anarkis dalam menyuarakan pendapat, politik uang (money politicis). Pengarahan massa untuk tujuan politik, dan penggunaan symbol-simbol primordial (suku dan agama) dalam berpolitik.
Menuju tataan demokrasi keadaban yang lebih genuine dan otentik bukanlah hal yang mudah dan instant sebaliknya membutuhkan proses pengenalan, pembelajaran dan pengamalan (learning by doing) serta pendalaman (deepening) demokrasi. Proses panjang ini tidak lain dilakukan dalam rangka pengembangan budaya demokratis (democratic cultur).
Tujuan dari pendidikan kewarganegaraan pada dasarnya adalah bagaimana menjadikan warga negara yang cerdas dan baik serta mampu mendukung  keberlangsungan bangsa dan negara.
Penggunaan pendidikan kewarganegaraan tidak lepas dari realitas empiris bangsa indonesia saat ini yang masih awam tentang demokrasi. Pendidikan  kewarganegaraan.  Pendidikan kewarganegaraan dimaksudkan untuk membentuk peserta didik menjadi manusia yang memiliki rasa kebangsaan dan cinta tanah air Pendidikan kewarganegaraan dijadikan sebagai wadah dan instrument untuk mewujudkan tujuan pendidikan nasional yaitu perkembangan potensi peserta didik agar menjadi manusia yang beriman, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang demokratis dan bertanggung jawab.
Pendidikan kewarganegaraan mengembangkan paradigma demokratis yakni orientasi yang menekankan pada upaya penberdayaan mahasiswa sebagai warga negara indonesia secara demokratis. Paradigma demokratis dalam pendidikan menempatkan peserta didik sebagai subyek aktif, pendidik sebagai mitra peserta didik dalam proses pembelajaran.sedangkan tujuan dari paradigma demokrasi ini adalah sebagai upaya pembelajaran yang diarahkan agar peserta didik tidak hanya mengetahuai sesuatu (learning to know) melainkan dapat belajar untuk menjadi manusia yang bertanggung jawab sebagai individu dan makhluk sosial (learning to be) serta belajar untuk melakukan sesuatu (learning to do) yang didasari oleh pengetahuan yang memilikinya. Melalui pola penbelajaran tersebut diharapkan mahasiswa dapat dan siap untuk belajar hidup bersama (learning  to live together) dalam  kemajemukan bangsa indonesia dan warga dunia karena  manusia sebagai makhluk sosial.

Sumber:
·         Internet
·         Azra, azyumardi, demokrasi, HAM, dan masyarakat madani (jakarta: Prenada media, 2000)
·         Rozak,abdul, demokrasi, HAM, dan masyarakat madani (jakarta: ICCE) UIN Syarif Hidayatullah bekerjasama dengan The Asia Foundation, Edisi Revisi II. 2006
·         Ubaidillah, A, dkk. Pendidikan kewarganegaraan. Jakarta: IAIN Jakarta Press. 2000
·         http://mardoto.com/2009/03/20/seri-015-mahasiswa-urgensi-pendidikan-kewarganegaraan-menurut-saya/




Tidak ada komentar:

Posting Komentar