Filsafat Arthur Schopenhauer
Arthur Schopenhauer adalah
seorang filsuf Jermanyang melanjutkan tradisi filsafat pasca-Kant. Schopenhauer lahir di Danzigpada
tahun 1788. Ia menempuh
pendidikan di Jerman, Perancis, dan Inggris.Ia mempelajari filsafat di Universitas Berlin dan mendapat gelar doktor di Universitas Jena pada tahun 1813. Ia menghabiskan sebagian besar
hidupnya di Frankfurt, dan meninggal dunia di sana pada tahun 1860.
Dalam perkembangan filsafat Schopenhauer, ia dipengaruhi dengan kuat oleh Kant
dan juga pandangan Buddha. Pemikiran
Kant nampak di dalam pandangan Schopenhauer tentang dunia sebagai ide dan
kehendak. Kant menyatakan bahwa
pengetahuan manusia terbatas pada bidang penampakan atau fenomena, sehingga
benda-pada-dirinya-sendiri (das Ding an sich) tidak pernah bisa
diketahui manusia. Misalnya, apa
yang manusia ketahui tentang pohon bukanlah pohon itu sendiri, melainkan
gagasan orang itu tentang pohon. Schopenhauer
mengembangkan pemikiran Kant tersebut dengan menyatakan bahwa
benda-pada-dirinya-sendiri itu bisa diketahui, yakni "kehendak".
A. Prolog
Arthur Schopenhauer lahir
pada 22 Februari 1788 di Danzig Polandia.Keluarga Schopenhauer sangat kental
dengan tradisi Belanda. Ayahnya, Heinrich Floris Schopenhauer (1747 – 1805)
adalah seorang pengusaha sukses yang mengontrol keluarganya dengan gaya bisnis.
Nama Arthur Schopenhauer mencerminkan luasnya jaringan sang ayah dalam
perdagangan internasional, sehingga ia memilihkan nama untuk anak pertamanya
itu dengan kolaborasi kosa kata Jerman, Perancis, dan Inggris. Pada bulan Maret
1793, ketika Schpenhauer masih berusia 5 tahun, keluarga pindah ke Hamburg,
setelah Danzig diduduki oleh Prussia.
Lahir di tengah
keluarga pengusaha kaya, Schopenhauer sering melakukan kunjungan wisata ke
berbagai negara di Eropa. Pada tahun 1797 – 1799 ia tinggal di Perancis, dan
sebentar tinggal di Inggris di tahun 1803. Kondisi inilah yang memungkinkan
Schopenhauer mempelajari bahasa Negara-negara yang dikunjunginya.Schopenhauer
dalam diarynya mengatakan, tinggal di Perancis adalah pengalaman paling
menyenangkan. Meskipun sejak kecil sang ayah telah mendidiknya dengan bisnis,
dan selama dua tahun ia mengikuti kursus dan magang bisnis di Hamburg, namun
Schopenhauer merasa bisnis bukanlah jalan hidup yang cocok baginya. Pada usia
19 tahun, ia memutuskan untuk mempersiapkan diri masuk perguruan tinggi. 20
April 1805 adalah hari menyedihkan bagi Schopenhauer, karena sang ayah
meninggal dunia, yang diduga kuat akibat bunuh diri.
Setelah kematian
Floris, Ibu Schopenhauer, Johanna Troisiener Schopenhauer (1766 – 1838),
memutuskan untuk pindah bersama anak-anaknya ke Weimar.Johanna adalah wanita
cerdas dan memiliki pergaulan yang luas. Di Weimer ia bersahabat dengan Johann
Wolfgang von Goethe (1749-1832). Di Weimer, Johanna Schopenhauer aktif menulis
essai, kisah perjalanan, dan novel.
Pada tahun 1809, Schopenhauer memulai studi di University of
Gottingen di bidang Kedokteran, kemudian mengambil Filsafat. Di Gottingen, dia
terpikat dengan pandangan seorang “skeptical philosopher”, Gottlob Ernst
Schulze (1761 – 1833). Lewat Schulze-lah Schopenhauer mengenal pemikiran Plato
dan Immanuel Kant.Setelah melewati masa studi 2 tahun di Gottingen,
Schopenhauer kemudian mendaftarkan diri di Universitu of Berlin. Di sana ia
diajar oleh Johann Gottlieb Fichte (1762 – 1814), dan Friedrich Schleiermacher
(1768-1834). Di dua universitas ini, Schopenhauer mempelajari banyak bidang
keilmuan, antara lain: fisika, psikologi, astronomi, zoology, arkeologi,
fisiologi, sejarah, sastra dan syair. Pada umur 25 tahun ia berhasil
menyelesaikan disertasi dengan judul “The Fourfold Root of the Principle
of Sufficient Reason”. Pada tahun 1813, ia
memutuskan pindah ke Rudolstadt, dan pada tahun yang sama ia menyampaikan
disertasinya di University of Jena, kemudian dianugerahi gelar doktor filsafat
in absentia.
Arthur Schopenhauer
adalah filsuf yang aktif menghasilkan karya. Adapun tulisan-tulisan itu adalah,
·
1813, Über die
vierfache Wurzel des Satzes vom zureichenden Grunde (On the Fourfold Root of
the Principle of Sufficient Reason)
·
1816, Über das Sehn
und die Farben (On Vision and Colors)
·
1819 [1818], Die Welt
als Wille und Vorstellung (The World as Will and Representation) [first
edition, one volume]
·
1836, Über den Willen
in der Natur (On the Will in Nature)
·
1839, “Über die
Freiheit des menschlichen Willens” (“On Freedom of the Human Will”)
·
1840, “Über die
Grundlage der Moral” (“On the Basis of Morality”)
·
1841 [1840], Die
beiden Grundprobleme der Ethik (The Two Fundamental Problems of Ethics) [joint
publication of the 1839 and 1840 essays in book form]
·
1844, Die Welt als
Wille und Vorstellung (The World as Will and Representation) [second edition,
two volumes]
·
1847, Über die
vierfache Wurzel des Satzes vom zureichenden Grunde (On the Fourfold Root of
the Principle of Sufficient Reason) [second edition, revised]
·
1851, Parerga und
Paralipomena
·
1859, Die Welt als
Wille und Vorstellung (The World as Will and Representation) [third edition,
two volumes]
B. Pembahasan
Schopenhauer dikenal
dengan sifat pesimisme dan gayanya yang tidak ramah.Ia sangat antipati kepada
Hegel, sampai-sampai ia bersikeras mengadakan perkuliahan di waktu yang
bersamaan saat Hegel memberikan kuliah. Malang bagi Schopenhauer, para
mahasiswa lebih menyenangi kuliah Hegel dibandingkan kuliah yang ia berikan.
Sehingga mahasiswa yang duduk mendengarkan ceramah Schopenhauer bisa dihitung
dengan jari.Ia akhirnya memutuskan berhenti mengajar di universitas karena
popularitas Hegel sangat sulit disaingi kala itu. Untunglah ia seorang yang
kaya, sehingga memilih untuk mencurahkan diri untuk menulis buku. Dalam
buku-bukunya Schopenhauer sering menyinggung tentang “penipu”, yang secara
eksplisit ia sandarkan kepada Hegel.
Tentu menarik,
mengetahui apa yang membuat Schopenhauer begitu teramat benci kepada Hegel?
Robert C. Solomon dan Kathleen M. Higgins penulis buku “A Short History of
Philosophy” mengatakan, “yang paling dibenci Schopenhauer pada Hegel adalah
optimismenya, perasaannya bahwa umat manusia sedang maju”.
Sementara Schopenhauer
berpendirian bahwa banyak orang, sebagian besar zaman, benar-benar
tertipu.Manusia merasa mengetahui dunia yang sedang dihadapinya.Padahal banyak
misteri-misteri yang tak terungkap dalam kehidupan ini.Atas dasar pemikiran
seperti inilah, Schopenhauer mengagumi pemikiran-pemikiran Immanuel Kant.Schopenhauer
mengatakan bahwa Kant telah bertindak benar ketika membagi realitas menjadi
dunia fenomena dan dunia noumena.
Tidaklah, seseorang
dikatakan sebagai filsuf, ketika memiliki pemikiran yang sama persis dengan
filsuf sebelumnya. Penyandangan gelar filsuf amat terkait dengan originalitas
dan kreativitas berpikir.Oleh karena itu, Schopenhauer mengatakan filsafatnya
sebagai koreksi dan upaya melengkapi filsafat Kant. Menurutnya, Kant benar
dalam membagi realitas menjadi dua, tapi Kant keliru saat menjelaskan apa yang
dimaksud kedua dunia itu.
Untuk dunia fenomenal,
ada kesalahan yang dilakukan Kant.Meskipun Kant mengatakan semua pengetahuan
manusia harus diderivasikan dari pengalaman, dalam kenyataannya Kant malah
mengarahkan sebagai besar kerja investigasinya bukan pada hakikat pengalaman,
tapi kepada hakikat berpikir konseptual.Dalam mengkoreksi kesalahan ini,
Schopenhauer kemudian berupaya mencari jalan keluar dengan melakukan
investigasi mengenai bagaimana manusia manusia menyadari kenyataan mengalami, mengetahui,
dan mengomunikasikan realitas yang spesifik dan unik.
Terkait dengan dunia
fenomenal, Schopenhauer menilai filsafat Kant memiliki dua kekeliruan
mendasar.Pertama, Kant memandang dunia noumena terdiri dari hal-hal
dalam-dirinya-sendiri (jamak).Kedua, Kant menganggap noumena sebagai penyebab
dari persepsi manusia.
Bagi Schopenhauer,
manusia mendapatkan ide tentang pembedaan (diferensiasi) jika dilingkupi oleh
penerimaan akan konsep ruang dan waktu. Sementara Kant menunjukkan bahwa ruang
dan waktu merupakan bentuk-bentuk sensibilitas manusia. Jadi, konsep ruang dan
waktu tidak akan bisa ada dalam sebuah realitas tanpa subjek karena dalam
realitas itu, semua yang-eksis, eksis dalam-dirinya-sendiri (Das Ding an sich)
yang bersifat independen dari pengalaman. Oleh karena itu, diferensiasi hanya
bisa dilakukan dalam dunia pengalaman dan tidak bisa dilakukan dalam dunia
realitas noumena.Karena itu pula, tak mungkin ada benda-benda (jamak)
dalam-dirinya- sendiri yang berbeda-beda dan eksis secara indenpenden dari
subjek yang mengalaminya.
Pengetahuan pada
hakikatnya bersifat dualistis, yaitu sesuatu yang menjadi isi dari pengetahuan
itu dan sesuatu yang mengetahui. Jadi, jika ada sesuatu yang eksis secara tak
terdiferensiasi (tak terbedakan dari yang lain), maka sesuatu itu tak akan bisa
mengenali dirinya sendiri, karena pengenalan akan diri sendiri mengandaikan
pembedaan dengan diri yang lain.
Schopenhauer memandang
bahwa dalam realitas total terdapat realitas yang bersifat immaterial, tak
terdiferensiasi, tak berwaktu, dan tak beruang, yang terhadapnya manusia tidak
akan pernah bisa memiliki pengetahuan yang bersifat langsung, dan realitas itu
memanifestasikan dirinya pada manusia dalam bentuk dunia fenomenal dari
objek-objek materiil (termasuk manusia sendiri) yang terdiferensiasi dalam
ruang dan waktu. Kesimpulan ini sama persis dengan arus utama agama Hindu dan
Budha.
Atas pemikirannya ini,
Schopenhauer diduga terpengaruh dengan tradisi Budha. Namun, jika melihat latar
belakangnya sebagai seseorang yang bukan religius, tidak mempercayai kehidupan
setelah mati, bahkan tidak mempercayai Tuhan atau ruh, maka pendapat yang benar
adalah, Schopenhauer menemukan kesimpulan tersebut melalui argumentasi rasional
dalam kerangka tradisi utama filsafat Barat. Baru setelah ia mengetahui bahwa
para pemikir Hindu dan Budha telah mencapai kesimpulan yang sama dengan Kant
dan dirinya sendiri, ia kemudian mempelajari karya-karya pemikir Hindu dan
Budha dengan antusias dan ketertarikkan yang luar biasa.
Aspek lain yang berseberangan
antara Schopenhauer dan Kant adalah terkait dasar etika. Menurut Schopenhauer,
dalam dunia fenomena, manusia eksis sebagai individu-individu. Manusia eksis
sebagai objek-objek materiil yang menempati ruang dan berada dalam suatu
waktu.Diferensiasi sebagai individu ini hanya bisa diamati dalam dunia
fenomena.Sedangkan secara noumena, tidak mungkin untuk mendiferensiasi diri
sendiri.Oleh karena itu, manusia semuanya pastilah “yang satu”.Jadi, ada sebuah
perasaan puncak bahwa jika aku melukaimu, maka aku melukai diri sendiri.Atas
dasar itulah etika dibangun atas dasar kasih sayang, rasa persaudaraan,
perhatian tanpa pamrih yang tumbuh dari dalam diri manusia itu sendiri, bukan
lahir atas dasar rasionalitas sebagaimana yang disampaikan oleh Immanuel Kant.
Schopenhauer
mengatakan, jika manusia memang ingin memahami hakikat batin, dan signifikansi
dunia luar, maka ia harus melakukan investigasi atas proses yang dijalani atas
proses yang dijalani oleh batin dan menelusuri pengalaman luar dirinya.
Schopenhauer berpandangan, penjelasan-penjelasan hakiki mengenai realitas tidak
bisa ditemukan dalam sains.Bukan berarti, manusia harus meninggalkan
sains.Bahkan Schopenhauer mengatakan, dalam upaya memahami dunia, manusia harus
memanfaatkan semaksimal mungkin dan penuh antusias semua sumber daya sains,
tetapi jangan melupakan sumber-sumber selain sains.
Untuk karena itu,
Schopenhauer mengajak pembacanya untuk memandang seni sebagai instrumen untuk
memahami realitas yang tak semata-mata materiil tapi juga immaterial. Dalam
buku catatannya Schopenhauer mengatakan, “Filsafat telah sejak lama menjalani
proses pencariannya secara sia-sia karena ia memang lebih cendrung mencari
dengan cara sains daripada dengan cara seni.” Pengalaman manusia tidak bisa
diartikulasikan dalam bahasa universal yang berbentuk konsep-konsep.Namun,
pengalaman bisa diartikulasikan dalam karya-karya seni.
Terkait pemikiran
terkait dengan seni ini, Schopenhauer dipengaruhi oleh ide-ide Platonis tentang
dunia ide dan dunia ini, dimana Plato berpandangan dunia ini adalah dunia semu
dari dunia sebenarnya yang ada di dunia ide. Atas dasar inilah kemudian, ia
membuat hierarkhi seni, yakni:
1. Seni yang bertemakan tahap pertama dan
terendah dari objektivikasi kehendak, yaitu unsur-unsur anorganik dari alam (sekumupulan
batu besar, tanah, air, dan sebagainya). Seni ini adalah arsitektur.
2.
Seni yang mengambil
tema objek kedua dari objektivikasi kehendak, seperti bunga-bunga, pohon-pohon,
kehidupan tumbuh-tumbuhan secara umum. Seni ini adalah lukisan.
3.
Seni yang mengambil
tema objek ketiga dari objektivikasi kehendak, yaitu kehidupan binatang yang
terkait dengan bobot tubuh, ukuran, bentuk tubuh, dan gerak-geriknya. Seni ini
adalah seni pahat.
4.
Seni yang mengambil
tema pasang-surut perasaan manusia, perkembangan emosi, karakter, hubungan
sosial, konflik, penciptaan, takdir, dan penyelesaian krisis. Seni ini adalah
puisi dan drama.
Kecendrungan
Schopenhauer untuk menelisik misteri batin manusia membuat ia sampai pada
pemikiran bahwa manusia itu tetap eksis karena adanya kehendak untuk hidup
(will of life). Semakin manusia menyelidiki berbagai perasaan dan emosinya,
maka ia akan semakin melihat bahwa semua itu merupakan modifikasi dari
kehendak. Schopenhauer tidak mengklaim pandangan ini original dari dirinya.Tapi
sebenarnya sudah direnungkan oleh para pemikir hebat sejak St. Augustinus.
Dalam “The City of God”, Augustinus mengatakan,
“Kehendak
ada dalam semua perasaan ini; bahkan, perasaan-perasaan itu tak lain adalah
kecendrungan-kecendrungan sang kehendak. Oleh karena itu, apakah sesungguhnya
hasrat dan kegembiraan itu jika bukan kehendak yang mencapai keharmonisan
dengan hal-hal yang kita hasratkan? Dan apakah rasa takut dan sedih itu jika
bukan kehendak yang tengah berada dalam keadaan tidak selaras dengan hal-hal yang
tidak kita sukai.”
Atas inspirasi dari
St. Augustinus inilah Schopenhauer berpandangan bahwa intelek sebagai pelayan,
bukan tuan bagi kehendak, dan dengan begitu, segenap kehidupan batin manusia
terdiri atas, atau didominasi oleh kehendak dalam berbagai manifestasinya.
Melangkah lebih jauh.Schopenhauer mencoba terus menelusuri tesis kehendak ini
pada realitas fenomena dan noumena.
Bagi Schopenhauer,
pikiran adalah sesuatu yang merujuk kepada sebuah subkelas kecil dari
benda-benda objektif. Pikiran lebih terkait dengan yang materiil daripada
dengan yang noumenal, dan pikiran muncul sebagai aktivitas ataupun sebagai
epifenomena dari materi.Semua pikiran yang diketahui manusia adalah pembayangan
dari objek-objek materiil.Dunia noumenal sebagai sumber manifestasi dunia
fenomenal digerakkan oleh dorongan metafisis yang bersifat primitif dan
memanifestasikan dirinya dalam eksistensi dengan sebutan “kehendak”. Kehendak
di sini tidak sama dengan kehendak manusia berkaitan dengan kesadaran diri.
Kehendak yang bersifat metafisis ini (metaphysical will) tak ada hubungannya
dengan tujuan-tujuan, keinginan-keinginan, atau maksud-maksud.Kehendak ini
berkonotasi pada sesuatu yang bukan saja mendahului kehidupan, melainkan juga
mendahului materi.Kehendak metafisis ini merupakan sebuah daya yang buta,
nonmaterial, nonpersonal, dan nonbernyawa.
Alam semesta merupakan
kehendak yang bersifat metafisis ini.Kehendak mengada dan bertahan hidup yang
dimiliki oleh manusia bukanlah kehendak noumenal dalam dirinya sendiri, tetapi
manifestasi dari kehendak noumenal itu dalam dunia fenomena.Oleh karena itu,
dia bisa menjadi objek dari pengetahuan manusia.
C. Penutup
Arthur Schopenhauer
memulai jejak filsafat dengan pengalaman pahit dengan kondisi masyarakat yang
lebih menghargai filsafat Hegel. Lewat rasa “sakit hati” inilah, ia terus
berkarya untuk membuktikan bahwa ia sejajar dengan Hegel bahkan melebihi Hegel
dalam beberapa sisi. Hal ini akhirnya terbukti.Setelah kematiannya, karya-karya
Schopenhauer telah menjadi inspirasi berharga bagi banyak filsuf-filsuf besar
sekaliber Nietchze dan Karl Popper untuk memahami dunia. Bahkan Popper
mengatakan, dari Schopenhauerlah ia sadar dan menemukan jalan berpikir sendiri.
Schopenhauer telah membangun banyak orang bahwa dunia ini harus dilihat lebih
kritis lagi, karena terjebak dalam sikap optimisme yang berlebihan akan membuat
manusia kehilangan untuk memahami dirinya dan dunia yang melingkari kehidupannya.
Daftar Pustaka
·
Editor. First
published Mon May 12, 2003; substantive revision Sat Nov 17, 2007. Arthur
Schopenhauer. http://plato.stanford.edu/entries/schopenhauer/. Didownload pada
tanggal 31 Desember 2009
·
Magee, Bryan. Cetakan
I Juni 2005. Memoar Seorang Filosof: Pengembaraa di Belantara Filsafat.
Penerbit Mizan. Bandung.
·
Solomon, Robert C. dan
Kathleen M. Higgins. Cetakan I April 2002. Sejarah Filsafat. Penerbit Bentang:
Yogyakarta